Sebungkus Nasi Rames Yang Mengantarku ke UGM




Andi Sujadmiko, dari nama belakangnya mungkin banyak yang sudah menebak kalau saya ini orang Jawa tulen yang hidupnya ndeso. Ya, memang benar adanya. Saya adalah anak pertama dari tiga bersaudara, dan alhamdulillah dikaruniai sepasang orangtua hebat yang berprofesi sebagai petani. Kehidupan sederhana, dan serba pas-pasan saya jalani setiap hari dan selalu disyukuri. Namun pada akhirnya membawa saya di titik kesadaran. Dalam hati seringkali saya berkata, “Ndi, kamu itu anak pertama. Harus bisa jadi teladan untuk adek-adekmu. Harus bisa mengubah keadaan keluargamu, mengangkat derajat orangtuamu. Kamu harus sukses. Harus!”. Saya selalu teringat quote Bill Gates: “If you born poor, it’s not your mistake. But if you die poor, it’s your mistake!”. So, korelasinya; orang sukses = berwawasan luas = berpendidikan tinggi = kuliah. Ya, itulah salah satu proses yang harus saya lalui untuk menapaki tangga kesuksesan dan mengangkat derajat orangtua. Tapi bagaimana dengan biaya kuliah yang tinggi, sementara keadaan ekonomi keluarga yang serba terbatas? Saya yakin, Tuhan akan memberikan jalan bagi hamba-Nya yang besungguh-sungguh dan selalu berdoa. Gusti mboten sare. Man jadda wajada!

Waktu berlalu, sampai akhirnya saya di kelas XIII (4) SMK 2 Depok Sleman. Nah, selama kelas XIII saya ditempatkan magang di Bogor, Jawa Barat. Disanalah saya memperjuangkan beasiswa kuliah, Beastudi Etos Dompet Dhuafa namanya. Saya mengikuti seleksi dari bulan Maret 2014, mulai dari seleksi berkas, tes tertulis, dan wawancara semuanya dilakukan di Institut Pertanian Bogor. Pernah disaat tertentu saya bimbang antara PTN yang dipilih. Mau menuruti passion semasa kecil ya ke FSRD ITB atau Despro ITS karena jago gambar, disisi lain pengen melanjutkan jadi anak teknik di UGM. Alhasil setelah berunding ke orangtua, UGM jadi pilihan pertama. Di IPB ini saya bertemu kakak etoser hebat seperti Mbak Dewi Citra Sari yang berlatar belakang anak petani tapi bisa kuliah sampai S2 IPB, atau dari profil seorang Danang Ambar Prabowo yang saya ingat sebagai “Pembuat Jejak” sampai ke Jepang. Banyak orang-orang hebat yang saya temui di IPB ini dan semakin menguatkan mimpi ini untuk bisa kuliah di UGM.

Opsi pertama, UGM dengan jalur PBUTM (Penelusuran Bibit Unggul Tidak Mampu) atau SNMPTN, SBMPTN, malah kalau belum lolos ya ikut UM UGM. Opsi kedua, Despro ITS dengan UM Desain Despro ITS. Oke, mulai dari seleksi paling awal, PBUTM UGM. Siang itu, hari Jum’at tanggal 7 Maret 2014 dimana hari yang sudah saya tentukan untuk pengumpulan berkas seleksi masuk UGM jalur PBUTM ke Gedung DAA UGM. Tekad mengikuti seleksi jalur ini semakin bulat karena seminggu sebelumnya saya mendapat surat rekomendasi untuk masuk UGM dari Tunas Indonesia, sebuah lembaga beasiswa anak SMA di Jogjakarta yang donaturnya berasal dari PPI (Persatuan Pelajar Indonesia) di Kobe, Jepang dan dikoordinir langsung oleh Wakil Direktur Akademik dan Kemahasiswaan SV-UGM, Dr. Wikan Sakarinto, S.T., M.Sc. Ya, dulu saya adalah alumni Tunas Indonesia - PPI Kobe Jepang selama dua tahun berturut-turut sehingga bisa mendapat surat rekomendasi. Besar harapan saya bisa masuk UGM karena telah memiliki surat rekomendasi sebagai faktor penguat ini.

Berangkat bersepeda dari rumah waktu itu pukul 10.30 pagi, dan selang satu jam kemudian sampai di Masjid Kantor Walikota Jogja untuk sholat Jum’at. Hari mulia, memang bukan tanpa alasan saya menemukan keberkahan di Jum’at itu. Saya lanjutkan perjalanan, dan ketika melewati Stadion Kridosono berpapasan dengan kakek pemulung renta menarik gerobaknya dengan pelan. Hati siapa yang tega membiarkan beliau mengangkut gerobak dibawah terik panas matahari? Sadar, dan secara spontan langsung merogoh kantong untuk membeli nasi rames, dan the anget di warung makan. Sembari menuju istirahatnya di pinggir jalan, saya menghampiri dan menyapa, “Mbah, monggo didahar rumiyin kulo gadhah daharan kalih unjukan..”. Terlihat wajah yang ramah menyambut kedatangan saya, niat baik untuk sekedar memberi nasi rames pun beliau mengucapkan, “Maturnuwun sanget le, aku raiso bales kebecikanmu iki kecuali yo mung dongo. Mugo-mogo Gusti Allah langsung bales opo sing dadi kepinginanmu”. Kudengar doa yang tulus terucap dari seorang kakek berumur sekitar 70 tahun yang setiap hari harus mendorong gerobaknya pulang pergi di rumahnya, dibawah jembatan Kewek, Jogja. Ya Allah, berilah selalu beliau ini dengan kesehatan, kelancaran rezeki, serta kelapangan surga-Mu. Karena dengan doanya waktu itu, saat ini aku bisa berdiri di depan gerbang Universitas Gadjah Mada dengan almamater kebanggaan kampus biru. Ya, Engkau menjawab doa kakek waktu itu dengan sebuah jawaban “Selamat, Anda diterima di Universitas Gadjah Mada..” pada pengumuman PBUTM bulan Mei 2014. Bukan hanya itu, saya dapat beasiswa kuliah dari UGM yang menanggung seluruh kuliahku selama 4 tahun, itupun nanti bisa tambah uang saku kalau dialihkan ke Bidikmisi yang jika dikalkulasi nominalnya lebih dari 70 juta, Subhannallah.. Sampai tulisan ini saya publish, airmata ini menetes karena selalu ingin bertemu kakek itu untuk sekedar mengucapkan terimakasih dan memberinya nasi rames lagi. Semoga Allah selalu mamanjangkan umurnya.. Aamiin :’)


Comments

  1. Semoga Allah senantiasa mencurahkan kasih sayangnya untuk adik Andi dan keluarga. Selamat menjadi mahasiswa. The real sekolah :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Amin.. terimakasih doanya Mbak Fitriza Romly, semoga kebaikannya kembali pada Mbak Fitriza. Terimakasih juga telah menyempatkan membaca blog saya :)

      Delete
  2. Makasih ya ceritanya memotivasi banget. Semoga kuliahnya diberi kelancaran selalu ya :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin.. senang rasanya bisa berbagi :) Sukses juga buat Zulfa!

      Delete
    2. seneng bisa maen ke blog bagus ini
      beberapa rekan saya adalah para donatur di Tunas Indonesia
      beberapa sudah kembali ke UGM dan beberapa masih ada yang di Kobe
      hayoh maen2 bukber biar makin smgt kuliahnya :)

      Delete
    3. Terimakasih Bu Dokter Avis sudah menyempatkan berkunjung ke blog saya, alhamdulillah kalau ternyata mengenal TI juga. Rekannya Dr. Hanggoro Tri Rinonce di FK UGM kah Bu Avis? InsyaAllah jika diberi kesempatan, sharing kapan-kapan biar tambah semangat kuliah :)

      Delete
  3. Replies
    1. Niatnya sharing aja kok dek Yuanda :) Ditunggu ceritamu juga yaa.. :D

      Delete
  4. Hi. Boleh saya minta kontak nya? Saya juga mendaftar via PBUTM. Terima Kasih.

    ReplyDelete
  5. Kalo pbutm itu kan ada tulisannya ya kak bakalan dievaluasi setiap tahun, nah itu maksudnya gimana ya kak?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Begini dik, mahasiswa yang lolos PBUTM itu setelah masuk kuliah akan otomatis dapet beasiswa Bidikmisi. Nah dalam beasiswa Bidikmisi tsb ada sistem evaluasi yang dilakukan per semester berdasarkan dari nilai akademik (Indeks Prestasi). Jadi, nilai IP per semester harus berada minimalnya sama dengan standar minimal: 2,75. :)

      Delete
  6. Bang andi, mau tanya dong prospekk kedepan untuk alat berat bagi lulusan D4 UGM bagaimana?

    ReplyDelete
  7. kak mau tanya, apakah benar jalur masuk pbutm syaratnya orangtua harus S1? karena pendidikan terakhir orangtua saya STM kak

    ReplyDelete
  8. Ka ada yang mau saya tanyain, boleh? Udah saya kirim via line ka. Terima kasih banyak sebelumnya:)

    ReplyDelete
  9. Hebat, nak Andi.. Senang saya baca kisahmu ini. Sungguh Gusti ora sare. Doa orang tua yang kau temui dan tolong di Kridosono itu adalah berkahmu. Selalu semangat ya penjenengan dalam perjalanan panjang hidupmu, dan selalulah tetap tulus menolong sesama kita.

    ReplyDelete

Post a Comment

Pembaca yang cerdas tentu berkomentar dengan baik dan sopan. Terimakasih sudah mampir! :)

Popular posts from this blog

Bicara Jodoh: Merayu Sang Pemilik Hati

Kuliah Umum WikiNusantara 2019 bersama Ivan Lanin