Bicara Jodoh: Merayu Sang Pemilik Hati

Kita sepakat bahwa pekerjaan yang paling membosankan bagi siapapun di dunia ini adalah menunggu. Namun tidak dengan menunggu sesuatu yang satu ini. Menunggu jodoh. Kita kadang merasakan rindu yang tiba-tiba berdesir pada seseorang, memikirkan apakah kelak akan berjumpa dengannya, mendoakan satu nama di sepertiga malam, kapan, dan dimana akhirnya dua hati ini bertemu dalam koridor yang Allah ridhoi hubungan didalamnya: menikah. Justru karena saking penasarannya, kita jadi semangat sekaligus berhati-hati untuk mempersiapkan segalanya agar perjumpaannya nanti menimbulkan berkah, bukan fitnah. 

Kalau di sekuel tulisan #BicaraJodoh sebelumnya saya menyarankan bagi yang masih berpacaran untuk putus, lalu gimana dong bagi yang sudah putus tapi perasaannya masih tertinggal di hati? Ini berlaku juga bagi yang pernah nembak ngajak pacaran atau nikah, tapi ditolak dan.. rasa sayangnya masih ada. Coba kita tanya ke diri sendiri. Rasa cinta itu siapa yang memberi? Tentu.. Sang Maha Cinta: Allah, kan? Daripada fokus melupakan mantan dengan membakar hadiah anniversary jadiannya, menghapus foto selfienya, bahkan mengeblok akun media social-nya, kenapa kita nggak meminta bantuan dengan melibatkan Allah? Kita berdoa pada-Nya. Allah yang berkuasa memberi fitrah mencintai itu pada makhluk, maka Allah juga yang berkuasa mencabut rasa itu. Doalah supaya dicabut perasaannya, tapi jangan sampai membencinya. Berdamai dengan masa lalu itu penting. Karena kalau tidak segera diselesaikan, ini bisa mempengaruhi kehidupan kita kedepannya.

Bicara jodoh, tentu sangat relevan kalau bicara takdir. Takdir itu ada yang tidak bisa dirubah dan bisa diupayakan. Mempunyai orangtua yang tinggal di desa itu takdir yang tidak bisa dirubah, tapi soal rezeki atau jodoh itu kita diberi kuasa untuk memilih, memperjuangkan.. yang ternyata termasuk takdir yang bisa diupayakan. Contohnya, rezeki dalam bentuk pendidikan. Saya ketika mulai SMP berusaha betul biar bisa masuk ke SMK terfavorit di seantero Yogyakarta: Stembayo. Cara memperjuangkannya gimana, selain berdoa jelas memantaskan diri. Bukan bermaksud riya hanya ingin berbagi.. alhamdulillah, dari kelas VII-IX saya tak pernah lepas jadi juara kelas. Lalu ketika Ujian Akhir, nilainya pantas untuk masuk ke jurusan Teknik Mesin. Saya sebenernya pengen masuk Teknik Pertambangan waktu itu, cuma karena nilai saya kurang 0,85 (minimal 36,00 pada PPDB 2010) maka dipilih opsi B. Opsi kedua itu ternyata pilihan terbaik menurut Allah, karena setelah saya lulus dari Sembayo.. dunia tambang Indonesia lagi down dan sampai sekarang belum menunjukkan trend yang signifikan. Gara-gara itu juga saya bisa masuk kuliah di UGM jalur PBUTM, karena lewat jalur itu hanya diizinkan memilih jurusan yang satu rumpun saat SMK. Kita kalau belum memahami maksud Allah ngasih takdir B padahal pengennya A, kadang jadi suudzon. Padahal juga sebelumnya sudah ikhtiar gitu. Minta seseorang diajarin tes SBMPTN misalnya, ditemenin dari siang sampai hampir Maghrib, eh tapi berjodohnya bukan di Universitas itu. Kuncinya adalah husnudzon.. insyaAllah nanti Dia akan menunjukkan sebab dan akibat mengapa kita dulu tidak ditakdirkan kuliah disana. Begitu juga dengan jodoh.

Merayu Allah salah satunya adalah dengan berdoa. Kalau kata Gurunda Salim A. Fillah, berdoa itu bukan bermaksud memberi tahu hajat kita. Lha Allah itu Maha Tahu, je (je = logat Jogja). Berdoa adalah ibadah, dan Allah menyukai hamba-Nya yang rajin beribadah. Minta terus sama Allah, terutama di waktu-waktu mustajab. Logikanya seperti seorang anak yang merengek terus-terusan meminta dijajakan mainan pada orangtuanya. Pada akhirnya, setelah permintaan yang ke sekian orangtuanya membelikan mainan yang diminta sang anak. Hanya saja, agar doa kita bisa dikabulkan Allah ada dua parameter yang perlu dijadikan cerminan. Pertama, seberapa dekat kita dengan Allah? Kedua, seberapa pantas Allah mengabulkan doa kita? Misalnya seorang laki-laki mengidam-idamkan jodohnya seorang hafidzah, padahal dirinya belum mulai menghafal Qur’an. Pantas nggak kira-kira? Dan coba bayangkan kalau ternyata kejadian beneran. Saya kasih gambaran selama saya tinggal di Rumah Tahfidz, dan kehidupan seorang calon hafidz itu super duper sibuk dengan kebaikan. Pagi setelah Subuh harus sudah setoran hafalan sampai menjelang berangkat kuliah, siangnya kalau sempat bisa murojaah mandiri dengan teman sekamar, sore bersih-bersih asrama, setelah Maghrib ngaji hadits atau fiqih sesuai jadwal, setelah Isya murojaah berjamaah, weekendnya ada kegiatan semakan. Bayangkan siap nggak berjodoh dengan orang-orang yang sudah memiliki kebiasaan itu? Maka hayuk siap-siap. Cc: Kamu calon bidadariku yang jauh disana.

Ada beberapa poin yang saya dapat dari ta’lim Pejuang Mahar di Bandung yang sekiranya bermanfaat untuk saya khususnya, dan teman-teman pembaca pada umumnya. Tulisan di bawah saya serap dari kajiannya Ustadz Imam Nuryanto yang kalau pernah ikut, beliau suka ngabodor (bercanda) namun tetap berisi.

Pertama, kalau mau merayu Allah caranya adalah dekati dengan cara Allah. Maksudnya gimana tuh? Ibarat suatu produk elektronik, kita diciptakan Allah pasti sudah sepaket dengan buku panduannya. Akrabi petunjuk yang ada di Al Qur’an. Semuanya sudah tertulis. Maka penting sekali kalau sehabis tilawah, kita baca juga artinya, syukur malah dihafal. Penting nih saya mengingatkan ke diri sendiri bahwa sebagai calon imam keluarga sebisa mungkin menghafal Qur’an. Jadi imam keluarga itu salah satu perannya jadi imam sholat sama istri loh waktu tahajud. Bayangkan aja kalau hafalannya masih sebatas di ‘trio Qulhu’ dipakai tahajud. Sedangkan tahajud yang saya ikuti selama itikaf di Al Lathiif Bandung standarnya 2 jam. Makanya, kata Ustadz Imam.. harga diri imam itu ada di hafalannya. Dan dengan menghafal Qur’an atau jadi hafidz, kita jadi terjaga dari dosa. Satu noda dosa maksiat yang dibuat selama kita punya hafalan, pasti Allah mencabut nikmat hafalannya. Karena nggak mungkin suatu kebaikan berjalan beriringan dengan keburukan. Dan jangan ragu bercita-cita jadi hafidz, nggak bakalan Allah biarkan jomblo. Tuh tengok Bang Muzammil Hasballah yang kemarin habis nikah. (Saya menyebut ‘Bang’ karena alhamdulillah sudah ikut beberapa kajian maqamat learning yang diajari beliau selama di Bandung).

Asiknya Memilih Tempat Menghafal, Pantai Drini Gunungkidul

Kedua, berikan yang terbaik buat Allah.. jangan sisanya. Kalau ada yang benci palu-arit, tiap punya uang berlogo palu-arit sok sodaqoh ke kencleng. Jangan nanggung-nanggung, berikan harta yang berharga pada jalan agama-Nya. Karena itu bukti keyakinan kita, bukti kecintaan kita pada Allah. Barangsiapa yang mencintai Allah, tunggu saja pertolongan-Nya yang tak diduga-duga. Termasuk dikaruniai jodoh sholeh-sholehah.

Ketiga, carilah lingkungan orang-orang sholeh. Kalau mau berjodoh dengan yang sholehah mana bisa menemukan di mall, tempat hiburan. Mereka yang limited edition itu gaulnya di masjid ikut kajian. Gapleh kalau kata Ustadz Evie Effendie mah (Gapleh = Gaul Tapi Sholeh/ah). Berjamaah dengan yang sholeh juga membantu kita untuk terlatih istiqomah. Apalagi kalau sudah berjodoh. Berjodoh dengan yang satu frekuensi itu asik loh. Ke kajian berangkat bareng, di rumah murojaah bareng, setoran hafalan juga ada partnernya.

***

“Akhirnya, selamat menunggu dalam ketaatanmu bersama-Nya. Jangan khawatir, jodohmu disini juga sedang memantaskan diri. InsyaAllah kita bertemu dalam waktu dan ruang terbaik yang telah direncanakan-Nya. Perjuangan yang paling romantis itu bukanlah ketika bisa memberimu bunga atau janji manis, tapi ketika namamu aku libatkan dengan Allah untuk berdiskusi di sepertiga malam tentang rencana kehidupan kita.”
(Andi Sujadmiko, Bandung 4 September 2017)

***

Comments

  1. Sangat menginspirasi.. Ulasannya real banget dan nyess sampai ke hati.. Saling mendoakan semoga diberi jodoh yang terbaik..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin. Terima kasih ya sudah menyempatkan mampir :)

      Delete
  2. Al jazaa ul ihsani illal ihsan. Semoga balasan-balasan penuh kebaikan Allah segerakan untuk insan yang telah berbaik hati membagikan kebaikan di postingan ini. Aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin, wa bil khusus di bulan Ramadhan ini semoga doanya lekas dikabulkan. Terima kasih sudah menyempatkan mampir :)

      Delete

Post a Comment

Pembaca yang cerdas tentu berkomentar dengan baik dan sopan. Terimakasih sudah mampir! :)

Popular posts from this blog

Sebungkus Nasi Rames Yang Mengantarku ke UGM

Tangan Tuhan Dibalik Tulisan