Perempuan dan Sebuah Ikatan dalam Kepastian

Sore kemarin, keadaan memaksaku menyelinap diantara kerumunan perempuan. Aku, bukan sedang dalam pencarian dengan makhluk Allah yang paling indah ini. Gramedia Sudirman, seakan menjadi sebuah persaksian tentang proses pendewasaan dan hati, untuk menuju satu bahtera bernama rumah tangga. Fahd Pahdepie, kulihat duduk di depan rak-rak buku menyambut antusias para pembaca setianya. Sementara arloji yang kian perlahan menunjukkan angka 02:00 siang, menandakan bedah buku berjudul “Rumah Tangga” segera dimulai. Para perempuan, dengan hikmat mencerna setiap kata demi kata dari penulis buku favoritnya ini.

Aku yang berdiri sendirian sebagai seorang laki-laki disana, kemudian mengambil satu kesimpulan. Bukan pada isi hasil diskusi dengan Bang Fahd tentang bukunya, tapi kerumunan perempuan yang terlihat jelas di depan mataku cukup menjadi jawaban tersirat. Mereka, dengan semangat berjamaah mau menjemput jodoh rahasianya dengan cara mulia, dengan jalan yang tak biasa: memantaskan. Salah satu proses pemantasan adalah mempelajari role model suatu rumah tangga yang dibangun bukan hanya dari pondasi cinta, tapi juga menghadirkan surga akhirat sebagai pelabuhan utama. Dan Bang Fahd, dari buku yang ditulisnya dengan tagline “berumah dalam cinta, di tangga menuju surga” telah memikat hati kaum hawa.

Sumber zastavki.com
Karena sosok perempuan itu semakin dewasa usianya, maka semakin bertumbuh pula cintanya. Cinta yang berkembang, membawanya pada penyadaran. Aku tahu mereka jenuh, karena seseorang yang pernah hadir dalam hidupnya memberikan harapan, namun akhirnya pergi tanpa pamitan. Karena fitrahnya, wanita itu diciptakan sebagai makhluk perasa, yang mampu merekam sedemikian dalam ketika ada orang lain mencoba memasangkan hatinya. Lalu apa yang dirasakan ketika hati yang sudah diberi segenap perasaan, kemudian begitu saja meninggalkan tanpa pesan? Dan sebagai muslim.. Allah adalah tempat dimana hati itu kembali, sebab pemilik segala cinta hanyalah pada-Nya.

Kembali, bahwa mereka sebagai perempuan akan mengambil jalan halal, melalui syariat-Nya, demi mendapatkan seseorang yang mampu menuntunnya kembali ke rumah asli manusia, yaitu surga. Maka jangan kaget jika mereka nanti menuntut kita, sebagai kaum laki-laki untuk dimintai janji setianya. Demi kemuliaan cinta, bersama kaum adam lainnya aku lebih memilih untuk memperjuangkan ucapan kata “sah” di hari paling sakral dalam pelaminan. Karena sebenarnya laki-laki diberi anugerah akal sekaligus kemampuan logika, sebagai ‘senjata’ dari Allah jika di kemudian hari ada perempuan yang meminta pertanggungjawaban. Anugerah itulah yang dimanfaatkan untuk membuka pintu rezekinya lebih luas lagi, agar seorang laki-laki itu semakin siap jika mengajak perempuan membangun rumah tangga.

Perempuan dan sebuah ikatan dalam kepastian, adalah salah satu alasan terbesar bagi laki-laki seperti ini untuk memperjuangkan kebahagian di masa depannya. Sebuah keniscayaan yang dipercayai kelak menjadi nyata, meski entah dengan siapa cintanya akan bermuara.


Andi Sujadmiko, ditulis menjelang ufuk Ashar di Rumah Tahfidz Al Kautsar, 20 September 2015.

Comments

Popular posts from this blog

Bicara Jodoh: Merayu Sang Pemilik Hati

Sebungkus Nasi Rames Yang Mengantarku ke UGM

Kuliah Umum WikiNusantara 2019 bersama Ivan Lanin