Kerinduan Itu Tumbuh Bersama Jarak
Ramadhan dua tahun lalu, tepatnya pada tahun 1434H, untuk
pertama kalinya merasakan rindu yang terenggut oleh jarak. Bogor, Bandung, dan
Cianjur adalah kota yang disinggahi untuk menghabiskan waktu sepanjang satu
bulan suci, bulan Ramadhan. Tidak ada kesempatan untuk berpulang ke Jogjakarta,
bersama dengan hangat canda tawa keluarga yang biasa mewarnai. Kali ini beda,
sangat jauh berbeda.
Bulan Ramadhan episode ke-18 waktu itu, telah memberikan
satu pelajaran bermakna bahwa kerinduan itu tumbuh bersama jarak. Meskipun
terpisah jauh disana, namun hati ini tetap merasa dekat dan saling merindukan
satu sama lain. Begitulah.. ada kalanya menjauh, untuk sekedar mengundang
datangnya rindu. Merasakan indahnya saling berpelukan dalam untaian doa yang
terus dipanjatkan pada-Nya.
Tentang cinta, dan pengharapan. Bagaimana kerinduan saat
Ramadhan 1434H yang lalu, ternyata bukan hanya tertuju pada keluarga di
Jogjakarta. Ada satu perasaan yang telah terlanjur diselipkan dalam hati, dan
perasaan itu bernama cinta. Cinta pada makhluk-Nya. Kerinduan yang dirasakan
dua kali lipat dari biasanya, mengantarkan pada situasi yang sulit
dikendalikan. Saat itu memang masih belum mengerti tentang apa, dan bagaimana mengelola
cinta. Pada akhirnya, Tuhan yang berkehendak untuk memberikan satu pelajaran
hidup. Pengharapan pada selain kuasa-Nya yang didasari perasaan cinta, malah
hanya membuat Dia cemburu. Dan memang itu yang didapat ketika rindu pada
makhluk-Nya malah mendapat porsi lebih banyak daripada rindu kepada Allah.
Beda dengan sekarang, jarak itu makin kian terasa saat
memutuskan untuk menimba kuliah di kawah candradimuka Gadjah Mada. Banyak
diantara kita yang berasal dari luar Jogjakarta, meninggalkan waktu sekian lama
dari keluarga untuk hidup mandiri disini. Asrama mahasiswa maupun rumah singgah
telah menjadi rumah kedua bagi masing-masing dari kita. Kelak, kerinduan kampung
halaman itu akan berganti. Kita menciptakan rindu disini. Rindu yang membawa
kita untuk membangun mimpi dan keluarga kecil kita kelak. Rindu yang menjadi
kerinduan atas Allah dan Rasul-Nya bertambah besar.
Perasaan
rindu, memang tidak bisa disalahkan. Datang begitu saja, seiring waktu dan juga
jarak yang memberi jeda untuk bertemu. Namun ketika kita memutuskan untuk
merindu, ada yang tidak merestui rindu itu bertahan lama jika salah
memposisikan. Ada rindu-Nya diatas perasaan rindu pada makhluk-Nya yang
seharusnya mampu untuk kita jaga.
***
“Salam,
dari seseorang yang merindukan dirimu yang tertulis rahasia di Lauh Mahfuz
bersamaku. Semoga kerinduan kita segera berujung sah dan berakhir indah.”
[Andijadmiko]
nice word, keep your move
ReplyDeleteHalo Leo! :) Long time no see..
Delete